Pertarungan seru yang diperlihatkan anggota
Pansus Century beberapa bulan yang lalu mungkin hanyalah akan menjadi
cerita kelabu untuk pembelajaran politik. Golkar yang termasuk yang
vokal menentang kebijakan pemerintah soal bail out Century sekarang
berjabatan erat dan memipin koalisi untuk mendukung pemerintah. Politik
itu semakin meyakinkan opini publik bahwa aksi tipu-tipu, perang
kepentingan, deal-deal di belakang layar dan perubahan-perubahan yang
tak pernah bisa ditebak masyarakat.
Politik terutama Indonesia menjadi bulan-bulanan pelukis dan seniman karikatur, intrik-intrik yang diperlihatkan politikus Indonesia itu sangat menginspirasi para seniman untuk membuat banyolan sarkastis. Karikatur-karikatur meskipun cuma menampilkan sketsa sederhana tapi mampu memberikan nuansa kritik yang mampu menohok nurani. Cuma sayang para pelaku politik itu rupanya sudah kebal terhadap kritikan. Trik dan polah tingkah politikus itu rupanya sudah siap dengan perubahan-perubahan mendadak akibat deal-deal di belakang layar.
Mereka punya bahasa politik yang bisa saja menganulir apa yang sempat dan pernah diucapkan dipelintir lalu seakan-akan tidak pernah berbicara sebelumnya. Maka jika masyarakat sekarang muak oleh statement politikus itu adalah akumulasi dari kenyataan yang dihadapi masyarakat saat ini. Mereka menilai politik itu kotor.
Jangan salahkan masyarakat bila masih banyak yang apriori terhadap politik. Perilaku politikuslah yang membuat masyarakat masih menganggap bahwa politik itu kotor. Selama ini masyarakat masih percaya bahwa untuk bisa menjadi wakil rakyat sejumlah uang dengan nominal lumayan besar harus disiapkan. Jer Basuki Mawa Bea. Biaya untuk menjadi wakil rakyat yang besar itu yang membuat para politikus berlomba-lomba untuk mengembalikan selama masa kampanye. Dalam karikatur terciptalah gambaran sinis tentang perilaku wakil rakyat tersebut.
Century adalah PR yang mungkin tak pernah terselesaikan. Terlalu banyak yang berkepentingan di dalamnya. Terlalu banyak siluman yang berperan sehingga kasus itu akan “sengaja” digantung agar tidak menyentuh “dewa” pengemplang pajak yang dekat dengan pusat kekuasaan. Senyum para Mafia politik itu seakan sebuah gambaran pahlawan yang membantu rakyat lepas dari jeratan krisis ekonomi.
Banyak dana untuk bantuan kemanusiaan, bantuan pembangunan di sejumlah daerah, promosi televisi untuk menggiring publik bahwa dialh tokoh santun dan bermartabat, tapi siapa tahu ada misi terselubung dibalik senyumnya yang memukau. Karikaturlah yang bisa menggambarkan persis pergolakan politik sehari-hari. Cobalah cermati karikatur-karikatur karya Jitet Kustana sampai GM Sudharta dan Dwie Kundoro.
Merekalah perekam aktif bagaimana perubahan-perubahan perilaku politik bisa terpotret manis tanpa sadar bahwa politikus sedang dibidik dan dikritik habis-habisan. Bisa jadi Kasus Century hanya menjadi cerita masa lalu, tapi para penikmat karikatur masih bisa terkekeh menyaksikan polah tingkah politikus saat sibuk dengan kasus Century.
Politik terutama Indonesia menjadi bulan-bulanan pelukis dan seniman karikatur, intrik-intrik yang diperlihatkan politikus Indonesia itu sangat menginspirasi para seniman untuk membuat banyolan sarkastis. Karikatur-karikatur meskipun cuma menampilkan sketsa sederhana tapi mampu memberikan nuansa kritik yang mampu menohok nurani. Cuma sayang para pelaku politik itu rupanya sudah kebal terhadap kritikan. Trik dan polah tingkah politikus itu rupanya sudah siap dengan perubahan-perubahan mendadak akibat deal-deal di belakang layar.
Mereka punya bahasa politik yang bisa saja menganulir apa yang sempat dan pernah diucapkan dipelintir lalu seakan-akan tidak pernah berbicara sebelumnya. Maka jika masyarakat sekarang muak oleh statement politikus itu adalah akumulasi dari kenyataan yang dihadapi masyarakat saat ini. Mereka menilai politik itu kotor.
Jangan salahkan masyarakat bila masih banyak yang apriori terhadap politik. Perilaku politikuslah yang membuat masyarakat masih menganggap bahwa politik itu kotor. Selama ini masyarakat masih percaya bahwa untuk bisa menjadi wakil rakyat sejumlah uang dengan nominal lumayan besar harus disiapkan. Jer Basuki Mawa Bea. Biaya untuk menjadi wakil rakyat yang besar itu yang membuat para politikus berlomba-lomba untuk mengembalikan selama masa kampanye. Dalam karikatur terciptalah gambaran sinis tentang perilaku wakil rakyat tersebut.
Century adalah PR yang mungkin tak pernah terselesaikan. Terlalu banyak yang berkepentingan di dalamnya. Terlalu banyak siluman yang berperan sehingga kasus itu akan “sengaja” digantung agar tidak menyentuh “dewa” pengemplang pajak yang dekat dengan pusat kekuasaan. Senyum para Mafia politik itu seakan sebuah gambaran pahlawan yang membantu rakyat lepas dari jeratan krisis ekonomi.
Banyak dana untuk bantuan kemanusiaan, bantuan pembangunan di sejumlah daerah, promosi televisi untuk menggiring publik bahwa dialh tokoh santun dan bermartabat, tapi siapa tahu ada misi terselubung dibalik senyumnya yang memukau. Karikaturlah yang bisa menggambarkan persis pergolakan politik sehari-hari. Cobalah cermati karikatur-karikatur karya Jitet Kustana sampai GM Sudharta dan Dwie Kundoro.
Merekalah perekam aktif bagaimana perubahan-perubahan perilaku politik bisa terpotret manis tanpa sadar bahwa politikus sedang dibidik dan dikritik habis-habisan. Bisa jadi Kasus Century hanya menjadi cerita masa lalu, tapi para penikmat karikatur masih bisa terkekeh menyaksikan polah tingkah politikus saat sibuk dengan kasus Century.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar