Dua Cacat Pembangunan Gedung Baru DPR
Maria Natalia|
www.Indonesia Corruption Watch melansir, ada dua cacat dalam proses pembangunan gedung baru DPR. Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Ade Irawan menyebutkan, dua cacat tersebut adalah cacat prosedur perencanaan dan cacat anggaran.
<a href='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/ck.php?n=a3126491&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img src='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/avw.php?zoneid=951&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&amp;n=a3126491' border='0' alt='' /></a>
Ia memaparkan, dalam perencanaan gedung baru pemerintah, seharusnya melakukan konsultasi mengenai desain dan perincian kebutuhan gedung dengan Kementerian Pekerjaan Umum. Namun, Dewan Perwakilan Rakyat justru melakukan hal sebaliknya. Tahapan lelang dan desain perencanaan sudah terlebih dahulu dibuat untuk pelaksanaan pembangunan gedung. Hal ini, menurut Ade, melanggar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45 Tahun 2007 tentang Pembangunan Gedung Negara.Dalam aturan itu terdapat asas pembangunan gedung negara yang seharusnya hemat, efektif, efisien, terarah, dalam merencanakan pembangunan gedung.
"Mereka melakukan ini secara diam-diam, tidak ada transparansi dan sosialisasi yang terperinci pada masyarakat. Tahu-tahu sudah ada tahap pelelangan dan sayembara. Tidak mengikuti mekanisme prosedur yang berlaku. Sekarang baru mau konsultasi dengan Kementerian PU. Itu, kan, sudah melanggar peraturan," ungkap Ade Irawan, di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (13/4/2011).
Sementara itu, dari sisi perencanaan anggaran, menurut Ade, sudah selayaknya dikonsultasikan dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Pekerjaan Umum. Hal ini untuk menyinkronkan antara kebutuhan ruangan dan harga yang sepadan. Selain itu, juga untuk mencegah terjadinya biaya yang berlebihan, layaknya versi DPR yang mencapai Rp 1,138 triliun.
Ade mempertanyakan, apakah DPR sudah melaksanakan proses tersebut, jika melihat besaran anggaran yang fantastis hanya untuk bangunan pemerintah.
Cacat dalam anggaran, papar Ade, semakin terlihat jelas setelah ICW menghitung sendiri kebutuhan ruang dan anggaran berdasarkan peraturan menteri tersebut. Dari perhitungan ICW, diduga terjadi mark-up sebesar Rp 602 miliar. Biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan harusnya pun tidak sampai bernilai triliunan rupiah, tetapi hanya mencapai lebih kurang Rp 500 miliar.
"Jika rencana anggaran ini tidak diaudit, siapa yang bisa menjamin, ada yang berharap dapat fee dalam bentuk tidak langsung dari para vendor penyedia jasa. Bisa juga ada terjadi potensi korupsi dalam pengadaan anggaran ini," ujarnya.
ICW menyatakan, jangan sampai para wakil rakyat tersebut menyalahi aturan untuk menutupi penyimpangan yang terjadi dalam rencana gedung baru DPR. ICW tetap akan menjalin kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan Pemeriksaan Keuangan untuk menyelidiki anggaran gedung baru.
"Kami tetap akan standing bersama rakyat untuk melakukan penolakan gedung baru. Kami mengatakan terjadi pelanggaran prosedur bukan berarti gedung itu dilegalkan untuk tetap dibangun dengan perbaikan prosedur," tukas Ade.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar